Aku percaya bahwa setiap kita bertemu seseorang, ada sesuatu yang bisa kita petik ilmunya. Allah ingin mengajarkan kita suatu hal dari orang tersebut. Pelajaran paling berharga yang kudapat dari suamiku adalah rasa syukurnya. Darinya aku melihat betapa hebat kekuatan bersyukur itu. Allah begitu sayang kepada beliau.
Suamiku bekerja sebagai kontraktor. Beliau tidak terikat oleh suatu perusahaan hal ini yang membuat pekerjaannya naik turun, tergantung projek yang di dapatnya. Sedari dulu saat pacaran beliau sering mengingatkan untuk bersyukur. Semakin bersyukur, semakin Allah menambah rejeki kita. Waktu masih pacaran kata-kata ini hanya kuanggap angin lalu, tidak terlalu aku perhatikan. Sampai akhirnya kami menikah, aku mulai terhenyak dan berdecak kagum dengan kekuatan bersyukur beliau.
Awal menikah kami langsung menyewa rumah. Rumah dengan 2 kamar tidur, dapur, kamar mandi dan garasi ini kami dapatkan dengan harga murah. Maklum rumahnya tidak begitu baik kondisinya, atap dapurnya bocor ternyata. Kami baru tau saat hujan deras mengguyur jakarta. Dinding di dapurku bagaikan air terjun, deras oleh air hujan yang turun dari atap.
‘Alhamdulillah say kita masih ada rumah buat berteduh dari panas sama hujan. Orang lain belum tentu ada’, kata suamiku sembari menenangkanku yang sedang kesal. Aku cuma jawab, ‘iya’.
Setahun kemudian aku menyusul suami yang sedang ada projek dan tinggal di Palembang. Di sini aku full menjadi ibu rumah tangga. Aku tinggal di kostan. Yes kosan yang cuma satu kamar. Satu kamar udah lengkap, ruang tidur, ruang tamu, ruang makan dan dapur jadi satu. Oia kamar mandi dalam ya hehehe. Keselnya, harga sewa sebulannya lebih mahal dibanding harga sewa rumah kontrakanku di jakarta dulu. Alasan suami sewa kosan disini adalah faktor keamanan di palembang. Palembang itu memang rawan kejahatan. Nah tempat kosan ini memang luas dan banyak tipenya. Jadi ada yang berbentuk rumah besar, sedang, petakan dan kosan yang hanya berbentuk kamar seperti punyaku. Kawasan ini dikelilingi oleh tembok tinggi dan hanya ada satu pintu gerbang yang juga ada jam malamnya. Orang - orang yang mengontrak disini kebanyakan adalah orang - orang yang juga bekerja di PUSRI dan ada pula istri2 yang ikut suaminya. Kebetulan tetanggaku adalah para ibu muda yang juga anak Jakarta, jadi ada teman disana. Aman, pak suami jadi tenang meninggalkanku di rumah. Tapi tetap saja awalnya aku komplain kepada beliau karna menurutku harganya terlalu mahal.
‘Alhamdulillah sayang walau sekarang kita tinggal di kosan super sederhana tapi aku senang bisa sama kamu terus. Alhamdulillah alhamdulillah ya Allah karuniaMu’, ucap suami sambil tangan menengadah sembari berdoa ke Allah.
Akupun berucap alhamdulillah. Dari hati. Karena melihat suamiku yang begitu bersyukur, tulus terpancar dari matanya. Diriku yang sedikit ngedumel dengan biaya sewa yang mahal, tapi suamiku melihat dari sisi yang berbeda. Akhirnya kita tak lagi berjauhan, setiap bangun tidur dan hendak tidur maka wajahku lah yang dilihatnya. Setiap hari bisa makan bersama, mulai dari makan pagi hingga makan malam karena kebetulan kantornya dekat dengan kostan jadi setiap siang hari kami makan bersama di rumah. Maka kurang bersyukur apa kita dengan Allah ?
Saat di Palembang, setelah diceramahin tentang syukur oleh beliau |
‘Dalam keadaan apapun kita harus tetap bersyukur say. Bahkan kalau ada musibah kita tetep ucap alhamdulillah. Kita ingat aja sesuatu yang membuat kita jadi bersyukur. Jadi kalau kita lagi turun, kita naikin dengan mengingat apa yang udah Allah kasih ke kita. Jadi kita tetep bisa bersyukur’, kali ini suamiku berbicara dengan sangat serius.
‘Lihat aku, dulu sebelum nikah sama kamu gajiku jauh lebih besar dari sekarang. Aku gampang banget dapet uang tapi sayangnya gampang juga keluarnya. Gak tau buat apa aja. Gak ada yang berbekas, gak jadi apa - apa. Itu karna aku tidak pernah bersyukur. Sekarang alhamdulillah aku selalu ingat bersyukur. Gaji aku cuma segini tapi lebih berkah. Masih bisa buat kirim ke emak, mama, bayar kosan, biaya hidup kita bahkan masih ada buat nabung. Secara logikaku itu sulit, tapi Allah kasih aku rejeki tambahan lewat lembur dan keberkahan rejeki. Makasih yaa sayang kamu sudah atur keuanganku’, kemudian ia memelukku erat.
Pelukannya kali ini seakan menembus ke jantungku. Kata-kata yang ia ucapkan berbekas di hatiku. Bersyukur bersyukur dan bersyukur. Mulai saat itu aku praktekan kata-kata beliau. Akupun mulai menyadari bahwa beliau sering sekali mengucapkan kata alhamdulillah.
*****
‘Sayang aku punya kejutan buat kamu’, serunya sangat bersemangat dengan mata berbinar-binar.
Ternyata kejutan yang dimaksud adalah apartemen tempat kami tinggal di Maroko. Ini merupakan hadiah dari big bossnya. Pak suami juga heran tiba-tiba big boss sudah menyewakan apartemen untuk kami tinggal berdua. Letak apartemen kami di tengah kota Safi, sedangkan suami tadinya tinggal di vila di Essaouria. Kota kecil berjarak 45 menit dari Safi. Lebih senangnya lagi adalah view dari kamar kami itu langsung lautan lepas. Yess kami terutama aku sangat ingin sekali memiliki rumah dekat laut, so it’s like dream come true.
So here we are. Dalam kurun waktu 2 tahun, hidup kami berubah drastis. Dari kosan sepetak yang sempit, sekarang sudah tinggal di apartemen yang cukup luas, di Maroko pula. Apartemen dengan 2 kamar, ruang tamu yang begitu luas, 2 kamar mandi dengan pemanas air, dapur dengan kitchen set serta balkon yang langsung menghadap ke lautan lepas. Setiap pagi, kicauan burung camar membangunkan kami. Sungguh kami begitu bersyukur. Tak pernah terbayangkan olehku untuk bisa tinggal di luar negri. Memang ada keinginan untuk berpetualang ke luar negri, tapi tanpa disangka Allah malah mengaturku untuk tinggal di Afrika Utara.
Sungguh dahsyat sekali kekuatan bersyukur yang kamu ajarkan say. Darimu aku melihat bagaimana Allah menambahkan rejeki bagi hambaNya yang senantiasa bersyukur.
Home tour apartemenku di Safi :
Home tour apartemenku di Safi :
****
Wasiat terpenting suamiku adalah kalimat bijaknya tentang rasa syukur. Pagi hari sebelum meninggal ia share memorynya di facebook. Saat sore hari sebelum kami berangkat ke klinik, ia minta aku duduk menatap matanya dan aku diminta mengkaji ulang arti dari kata - kata beliau ini. Alm suami ingin memastikan bahwa pemahaman istrinya sesuai dengan yang ia harapkan. Sungguh momen tsb sangat serius tapi aku tidak menyangka bahwa hal ini merupakan penting baginya. Mungkin dengan aku mengerti kata - katanya ini, ia menjadi tenang meninggalkanku, ini merupakan bekal yang ia tinggalkan untukku.
Kini pelajaran hidupmu akan terus aku jalani. Selalu bersyukur. Nikmat & rejeki yang Allah kasih ke kita sangatlah banyak namun hanya sedikit yang kita syukuri.
Sekian menit saat dokter menyatakan kamu meninggal, teman - teman Maroko menuntunku untuk mengucap hamdalah, alhamdulillah. Sungguh sangat kelu bibir ini. Tak bisa mengucap hamdalah. Yang ada di benakku adalah bagaimana mungkin suamiku meninggal tapi aku malah berucap syukur? Lalu aku teringat dirimu. Kupejamkan mata, ku coba untuk menjernihkan pikiranku. Ya benar, aku masih harus bersyukur, suamiku meninggal di sampingku, aku mendampinginya hingga ia menutup mata, mengambil nafas terakhirnya. Alm begitu mudah dicabut nyawanya, prosesnya sangat cepat hanya hitungan detik. Aku tak melihat dirinya mengerang kesakitan bahkan aku masih mendengar jelas beliau tetap beristigfar dan berdzikir. Aku diberi kesempatan setahun oleh Allah untuk mendampinginya di Maroko dan merajut kenangan indah bersama disini. Sungguh lalu kenapa aku masih tidak berucap alhamdulillah atas itu semua? Setelah berucap hamdalah, Allah angkat beban di pundakku, diri ini terasa lebih ringan dari sebelumnya. Semula kakiku lemas seperti tak bertulang, aku hanya duduk bersimpuh diatas kursi roda sambil terus menangisi kepergianmu. Kini tulang - tulang itu kembali mengeras. Akupun melangkah keluar rumah sakit kembali ke rumah kita. Bergegas packing dan bersiap membawamu pulang ke kampung halaman kita, Indonesia. Alhamdulillah ya Allah kau berikan hamba kekuatan untuk melalui semua ini.
Kini pelajaran hidupmu akan terus aku jalani. Selalu bersyukur. Nikmat & rejeki yang Allah kasih ke kita sangatlah banyak namun hanya sedikit yang kita syukuri.
Sekian menit saat dokter menyatakan kamu meninggal, teman - teman Maroko menuntunku untuk mengucap hamdalah, alhamdulillah. Sungguh sangat kelu bibir ini. Tak bisa mengucap hamdalah. Yang ada di benakku adalah bagaimana mungkin suamiku meninggal tapi aku malah berucap syukur? Lalu aku teringat dirimu. Kupejamkan mata, ku coba untuk menjernihkan pikiranku. Ya benar, aku masih harus bersyukur, suamiku meninggal di sampingku, aku mendampinginya hingga ia menutup mata, mengambil nafas terakhirnya. Alm begitu mudah dicabut nyawanya, prosesnya sangat cepat hanya hitungan detik. Aku tak melihat dirinya mengerang kesakitan bahkan aku masih mendengar jelas beliau tetap beristigfar dan berdzikir. Aku diberi kesempatan setahun oleh Allah untuk mendampinginya di Maroko dan merajut kenangan indah bersama disini. Sungguh lalu kenapa aku masih tidak berucap alhamdulillah atas itu semua? Setelah berucap hamdalah, Allah angkat beban di pundakku, diri ini terasa lebih ringan dari sebelumnya. Semula kakiku lemas seperti tak bertulang, aku hanya duduk bersimpuh diatas kursi roda sambil terus menangisi kepergianmu. Kini tulang - tulang itu kembali mengeras. Akupun melangkah keluar rumah sakit kembali ke rumah kita. Bergegas packing dan bersiap membawamu pulang ke kampung halaman kita, Indonesia. Alhamdulillah ya Allah kau berikan hamba kekuatan untuk melalui semua ini.
Ingat untuk selalu bersyukur apapun keadaannya |
Autumn di Maroko |
Tidak ada komentar :
Posting Komentar